Dampak Perubahan Iklim dan Pentingnya Kesiapsiagaan: Banjir Besar di Lembah Sungai Mississippi Tengah
Mississippi, 8 Mei 2025 – Hujan deras yang mengguyur wilayah Lembah Sungai Mississippi Tengah selama 4 hari berturut-turut (2–6 April) memicu banjir besar yang digambarkan sebagai salah satu yang terburuk sepanjang sejarah di kawasan tersebut. Sebagian wilayah bahkan menerima curah hujan lebih dari 400 mm—angka yang belum pernah tercatat sebelumnya.
Banjir ini berdampak luas, menewaskan setidaknya 24 orang, 15 di antaranya akibat banjir. Negara bagian Tennessee mengalami korban jiwa terbanyak, dengan sedikitnya 10 kematian. Ribuan warga di Arkansas dan Tennessee kehilangan aliran listrik, sementara kerugian ekonomi diperkirakan mencapai USD 80–90 miliar. Pemerintah di Tennessee, Kentucky, dan Arkansas pun menetapkan status darurat.
Namun di balik bencana ini, ada satu hal yang patut diapresiasi: sistem peringatan dini dan manajemen darurat yang efektif berhasil mencegah bencana ini menjadi lebih buruk.
Peran Perubahan Iklim dalam Memperparah Banjir
Sejumlah ilmuwan dari Amerika Serikat, Belanda, Denmark, Prancis, dan Inggris melakukan kajian untuk menilai seberapa besar peran perubahan iklim dalam memperparah kejadian ini. Hasilnya mencengangkan.
Dengan menggunakan data historis dan model iklim, mereka menyimpulkan bahwa:
-
Curah hujan ekstrem seperti yang terjadi di April 2025 ini sebelumnya hanya terjadi sekali dalam 90–240 tahun di iklim saat ini.
-
Namun, jika dunia lebih dingin 1,3°C seperti di masa pra-industri, kejadian seperti ini akan jauh lebih jarang terjadi.
-
Perubahan iklim akibat ulah manusia meningkatkan kemungkinan kejadian ini sebesar 2 hingga 5 kali lipat, dan meningkatkan intensitas hujan sebesar 13–26%.
-
Kombinasi data observasi dan model iklim menunjukkan bahwa perubahan iklim menyebabkan peningkatan kemungkinan sebesar 40% dan intensitas sebesar 9% — angka ini dianggap konservatif dan bisa jadi lebih tinggi.
Kondisi permukaan laut di Teluk Meksiko yang lebih hangat karena pemanasan global—sekitar 1,2°C lebih panas dibanding masa pra-industri—juga turut menyumbang pada tingginya penguapan dan kelembapan, yang menjadi bahan bakar bagi hujan deras tersebut. Menurut para ilmuwan, kondisi laut seperti ini kini 14 kali lebih mungkin terjadi dibanding masa lalu.

Peringatan Dini dan Tindakan Cepat Menyelamatkan Nyawa
Meski badai ini sangat kompleks—dengan kombinasi tornado, banjir bandang, banjir sungai, dan longsor—Layanan Cuaca Nasional AS (NWS) berhasil mengeluarkan peringatan dini, bahkan hingga satu minggu sebelum puncak banjir. Ini memungkinkan tim tanggap darurat dan pemerintah lokal untuk memberi informasi kepada publik dan melakukan evakuasi dini.
Langkah ini sangat penting. Tanpa sistem peringatan yang matang, jumlah korban jiwa dan kerusakan bisa jauh lebih besar. Keberhasilan ini menjadi bukti pentingnya investasi jangka panjang dalam sistem prediksi cuaca, peringatan dini, dan aksi berbasis prakiraan.
Namun, NWS kini menghadapi tantangan serius: hampir setengah kantor lapangan mereka mengalami kekurangan staf hingga 20%, dua kali lipat dibandingkan satu dekade lalu. Jika tidak ditangani, kekurangan personel ini bisa membahayakan kapasitas negara dalam menghadapi bencana cuaca ekstrem di masa depan.
Pertanian dan Kerugian Ekonomi
Selain korban jiwa dan kerusakan infrastruktur, banjir ini menghancurkan lahan pertanian yang sudah ditanami, terutama di Arkansas, dengan kerugian ditaksir mencapai USD 78 juta. Beruntung, beberapa jenis tanaman seperti kacang dan kapas belum sempat ditanam, sehingga kerugian bisa ditekan. Petani juga masih memiliki waktu untuk menanam ulang jagung dan kedelai.
Menuju Masa Depan yang Lebih Siaga
Perubahan iklim bukan lagi ancaman masa depan—ia sudah hadir dan nyata. Banjir di Mississippi adalah contoh nyata bagaimana pemanasan global memperbesar intensitas bencana. Ke depan, para ilmuwan memproyeksikan bahwa kejadian serupa akan semakin sering dan lebih intens, terutama jika dunia terus berada di jalur menuju pemanasan 2,6°C pada tahun 2100.
Namun, kisah ini juga memberi harapan: dengan peringatan dini yang tepat dan respons cepat, nyawa bisa diselamatkan dan kerusakan bisa dikurangi. Ini adalah pelajaran penting bagi semua negara di dunia, termasuk Indonesia, untuk terus memperkuat sistem ketangguhan terhadap bencana.