Oleh: Luiz Felipe Fernandes
18 Maret 2025
Di tengah panasnya akhir musim panas di belahan bumi selatan, kekhawatiran menyelimuti perkebunan pisang milik Ervino Kogler di Bahia, Brasil bagian timur laut. Tahun 2023 menjadi pengingat pahit: gelombang panas kala itu menyebabkan penurunan hasil panen hingga 15 persen pada tahun berikutnya.
Dengan suhu global yang terus meningkat, masa depan industri pisang — salah satu komoditas pertanian ekspor paling penting di dunia — kian tak menentu. Studi terbaru yang diterbitkan di jurnal Nature Food memproyeksikan bahwa pada tahun 2080, kawasan yang cocok untuk produksi pisang ekspor di Amerika Latin dan Karibia akan menyusut hingga 60 persen, jika tidak ada intervensi serius terhadap perubahan iklim.
Pisang: Sumber Penghidupan Miliaran Dolar
Pisang bukan sekadar buah meja. Nilai perdagangan globalnya mencapai sekitar US$11 miliar per tahun, menjadi tulang punggung ekonomi bagi banyak negara berpenghasilan menengah ke bawah. Di Kolombia, misalnya, industri pisang menyumbang 5 persen dari PDB pertanian dan menciptakan lapangan kerja bagi hampir 300.000 orang.
Namun, menurut Dan Bebber, profesor ekologi dari University of Exeter, banyak wilayah penghasil pisang di Amerika Latin, seperti Kolombia dan Kosta Rika, kini berada di ambang batas suhu maksimum untuk produksi komersial. “Beberapa wilayah sudah terlalu panas, dan akan makin panas,” jelasnya kepada SciDev.Net.
Apa yang Terjadi Ketika Tanaman Tak Lagi Tangguh?
Meski 60 persen dari perkebunan Kogler sudah mengandalkan irigasi, suhu ekstrem sekitar 40 derajat Celcius membuat tanaman pisang berhenti berfungsi, bahkan saat disiram air. Studi tersebut juga menemukan bahwa lokasi perkebunan pisang umumnya berada di dataran rendah dekat pelabuhan atau pusat kota — lokasi strategis yang sulit dipindahkan.
Sementara daerah-daerah seperti Brasil bagian selatan dan Ekuador memiliki proyeksi iklim yang lebih stabil, sebagian besar wilayah lainnya justru menghadapi ancaman penurunan hasil panen.
Solusi: Dari Pisang Tahan Kekeringan hingga Tabir Surya untuk Tanaman
Dalam menghadapi tantangan ini, berbagai strategi mitigasi tengah dikembangkan:
-
Varietas Pisang Tahan Kekeringan: Peneliti di Brasil telah mengembangkan dua varietas hibrida yang membutuhkan 25 persen lebih sedikit air, awalnya ditujukan untuk melawan penyakit jamur, namun ternyata juga lebih hemat air.
-
Pelatihan Ketahanan Panas: Ilmuwan di India menemukan bahwa paparan bertahap terhadap suhu tinggi dapat melatih pisang jenis Grand Nain agar lebih tahan terhadap panas ekstrem — sebuah bentuk “memori molekuler” pada tanaman.
-
“Sunscreen” untuk Daun Pisang: Kolaborasi antara peneliti Brasil dan perusahaan biofertiliser menghasilkan semprotan tabir surya tanaman. Hasil awal menunjukkan bahwa tanaman yang disemprot memiliki 30 persen lebih banyak klorofil dibanding tanaman yang tidak — kunci vital untuk fotosintesis.
Peta Risiko Iklim Pertanian dan Adaptasi Kebijakan
Sejak 2020, Brasil telah memasukkan pisang dalam sistem Zonasi Risiko Iklim Pertanian, yang memetakan risiko tanam berdasarkan kondisi iklim. Hasilnya menunjukkan bahwa beberapa wilayah semi-lembap kini telah berubah menjadi semi-kering, menuntut irigasi tambahan agar produksi tetap berjalan.
Mauricio Coelho dari Lembaga Penelitian Pertanian Brasil menyebutkan bahwa wilayah yang dulunya masih bisa menanam pisang tanpa irigasi, kini tidak lagi demikian.
Mengapa Kita Harus Peduli?
Krisis iklim bukan hanya soal naiknya permukaan laut atau mencairnya es di kutub. Ia juga menyusup ke piring makan kita. Pisang, yang menjadi makanan pokok di berbagai negara dan sumber gizi penting bagi jutaan orang, kini terancam oleh panas ekstrem, kekeringan, dan infrastruktur yang belum siap.
Tanpa adaptasi dan teknologi yang inklusif — dari kebijakan pertanian cerdas iklim hingga inovasi lokal — kita mungkin akan melihat pisang menjadi komoditas langka di masa depan.
Sumber: https://www.preventionweb.net/news/climate-change-threatens-latin-american-banana-exports